Kamis, 30 Mei 2013

laporan praktikum biokimia



I.              Materi                   : Enzim
II.            Tujuan                 : membuktikan bahwa kecepatan reaksi enzimatik sampai suhu tertentu sebanding dengan kenaikan suhu. Reaksi enzimatik mempunyai suhu optimum.
III.           Dasar teori
Enzim dikenal pertama kalinya sebagai Protein oleh Summer pada tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari “kara pedang” (Jack bean). Urease adalah enzim yang dappat menguraikan urine menjadi CO2 dan NH3. Beberapa tahun kemudian , Northrop dan Kunitz mengisolasi pepesin , tripsin, dan kemotripsin. Selanjutnya, semakin banyak enzim yang diisolasi, dan telah di buktikan bahwa enzim adalah suatu protein.
Sejak tahun 1926, pengetahuan tentang enzim/enzimonologi berkembang cepat dan telah ditemukan oleh ahli biokimia, bahwa enzim mempunyai gugus bukanprotein (termasuk protein majemuk). Enzim ini termasuk holoenzim dan apoenzim.
Enzim merupakan kumpulan protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologik.hampir setiap reaksi kimia dalam sistem biologik dikatalis oleh enzim. Sistem enzim terjadi didalam sel dan sebagian besar dapat diekstrasi dari sel tanpa merusak fungsinya. Beberapa enzim memerlukan gugus prostetik/ ko-faktor yang terikat dengan bagian pembawa protein.  Kofaktor adalah bagian nonprotein dari enzim, dapat berupa ion logam sederhana misalnya Cu2+ merupakan kofaktor enzim oksidase asam askarbonat. Bagian ini bersifat katalitik, yaitu bagian yang melakukan aktivitas katalitikk dan aktivitas katalitik ini dapat dilakukan berulang kali. Gugus prostetik (kofaktor) dapat juga disebut ko-enzim, bagian ini terikat kendur dengan bagian pembawa protein. Ko-enzim dapat berupa senyawa organik,misalnya vitamin B. Apoenzim adalah bagian pembawa protein, bagian ini mempunyai fungsi menetukan substrat yang bergabung atau bertemu dengan ko-enzim.
Enzim digolongkan menurut reaksi yang diikutinya, sedangkan masing-masing enzim diberi nama menurut nama substratnya, misalnya urease, arginase dan lain-lain. Di samping itu ada pula beberapa enzim yang dikenal dengan nama lama misalnya pepsin, tripsin dan lain-lain. Oleh Commision on Enzymes of the International Union of Biochemistry, enzim dibagi dalam enam golongan besar. Penggolongan ini didasarkan atas reaksi kimia di mana enzim memegang peranan.
Enam golongan tersebut ialah (Poedjiadi, 2006):
Ø  Oksidoreduktase
Ø  Transferase
Ø  Hidrolase
Ø  Liase
Ø  Isomerase
Ø  Ligase
Enzim meningkatkan laju sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara
produk dan pereaksi. Pada keadaaan kesetimbangan, istilah pereaksi dan produk
tidaklah pasti dan bergantung pada pandangan kita. Dalam keadaan fisiologi yang
normal, suatu enzim tidak mempengaruhi jumlah produk dan pereaksi yang
sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Jadi, jika keadaan kesetimbangan tidak
menguntungkan bagi pembentukan senyawa, enzim tidak dapat mengubahnya.
(Salisbury, 1995)
Sebagai mana protein pada umumnya, molekul enzim juga mempunyai
struktur tiga dimensi. Diantaranya jenis-jenis struktur tersebut, hanya satu saja yang
mendukung fungsi enzim sebagai biokatalisator, diantaranya jenis-jenis struktur
tersebut, diperlukan suhu dan pH yang sesuai. Apabila kedua faktor tersebut tidak terpenuhi, enzim akan kehilangan sifat dan kemampuannya.
 (Sadikin, 2002)
Secara singkat, sifat-sifat enzim tersebut antara lain (Dwidjoseputro, 1992) :
Ø  berfungsi sebagi biokatalisator
Ø  merupakan suatu protein
Ø  bersifat khusus atau spesifik
Ø  merupakan suatu koloid
Ø  jumlah yang dibutuhkan tidak terlalu banyak
Ø  tidak tahan panas
Fungsi enzim sebagai katalis untuk reaksi kimia dapat terjadi baik didalam maupun diluar sel. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Suatu enzim dapat bekerja 108 sampai 1011 kali lebih cepat dibandingkan laju reaksi tanpa katalis. Enzim bekerja sebagai katalis dengan cara menurunkan energi aktifasi, sehingga laju reaksi meningkat.
 (Poedjadi, 2006)
Enzim-enzim hingga kini diketahui berupoa molekul-molekul besar yang berat molekulnya ribuan. Karena enzim tersebut dilarutkandalam air, maka akan menjadi suatu koloid Beberapa enzim, diketahui memiliki kemampuan untuk mengubah substrat menjadi hasil akhir dan sebaliknya, yaitu mengubah kembali hasil akhir menjadi substrat jika kondisi lingkungan berubah. Contohnya adalah enzim-enzim dari golongan protease dan urase serta beberapa jenis enzim lainnya.
(Dwidjoseputro, 1992)
Suatu enzim hanya dapat bekerja spesifik pada suatu substrat untuk suatu perubahan tertentu. Misalnya, sukrase akan menguraikan rafinosa menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan oleh emulsin, rafinosa tersebut akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
(Salisbury, 1995)
Seperti halnya katalisator, enzim juga dipengaruhi oleh temperatur. Hanya saja enzim ini tidak tahan panas seperti katalisator lainnya. Kebanyakan enzim akan menjadi non aktif pada suhu 50o C
(Poedjiadi, 2006)
Apabila suhu terlalu tinggi, struktur tiga dimensi enzim akan rusak, sehingga substrat tidak lagi dapat terikat dengannya. Dengan demikian enzim tersebut tidak akan dapat menjalankan fungsinya lagi sebagai biokatalisator. Pada umumnya denaturasi ini bersifat tidak terbalikan atau permanen
(Salisbury, 1995)

Banyak faktor yang memepengaruhi kerja enzim,antara lain (Dwidjoseputro, 1992):
1.    Temperatur (Suhu)
Oleh karena reaksi kimia itu dapat dipengaruhi suhu maka reaksi menggunakan katalis enzim dapat dipengaruhi oleh suhu. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein maka kenaikan suhu dapat menyebabkan denaturasi dan bagian aktif enzim akan terganggu sehingga konsentrasi dan kecepatan enzim berkurang.
2.    pH
Umumnya enzim efektifitas maksimum pada pH optimum, yang lazimnya berkisar antara pH 4,5-8.0. Pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah umumnya enzim menjadi non aktif secara irreversibel karena menjadi denaturasi protein.
3.    Konsentrasi Enzim
Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksibertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim.
4.    Konsentrasi substrat
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi, pada batas tertentu tidak terjadi kecepatan reaksi, walaupn konsenrasi substrat diperbesar.
5.    Zat-zat penghambat
Hambatan atau inhibisi suatu reaksi akan berpengaruh terhadap penggabungan substrat pada bagian aktif yang mengalami hambatan.
Enzim amilase dapat diperoleh dari sekresi air liur atau saliva. Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Semua kelenjar ludah mempunyai fungsi untuk membantu mencerna makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut “saliva” (ludah atau air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4 - 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke dalam duktus dan jaringan asinar. Enzim amilase di dalam tubuh manusia sangat penting. Enzim amilase ikut bertanggung jawab menjaga kesehatan dan proses metabolisme di dalam tubuh. Kekurangan enzim amilase dapat menyebabkan tubuh mengalami gangguan pencernaan (maladigesti), yang selanjutnya menyebabkan gangguan penyerapan (malabsorpsi).
Saliva merupakan cairan mulut yang kompleks terdiri dari campuran sekresi kelenjar saliva mayor dan minor yang ada dalam rongga mulut. Saliva sebagian besar yaitu sekitar 90 persennya dihasilkan saat makan yang merupakan reaksi atas rangsangan yang berupa pengecapan dan pengunyahan makanan.
 (Kidd 1992)
Saliva terdapat sebagai lapisan setebal 0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut. Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4 ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi. Meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang gigi. Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah ditelan dan dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amilase ludah) dan lipase ludah, perpartisipasi dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal growth factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh dan membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).
(Suharsono 1986)
Setiap hari sekitar 1-1.5 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Saliva bersifat agak sedikit asam. Saliva mempunyai pH antara 5.75 sampai 7.05. Pada umumnya pH saliva adalah sedikit dibawah 7.
(Aisjah 1986)
Prinsip dari percobaan ini adalah :
·         Aktivitas suatu enzim dapat dinyatakan sebagai jumlah produk yang terbentuk atau jumlah substrat yang dicerna per satuan waktu.
·         Enzim : “E” mencernakan substrat “S” secara bertahap. Substrat adalha suatu polisakarida (pati/amilim) yang akan berwarna bila bereaksi dengan Yodium. Sebagai hasil akhir dari pencernaan / reaksi substrat oleh enzim (amilase) terbentuk dari suatu disakarida atau monosakarida yang tidak berwarna bila direaksiakan dengan yodium.
·         Karena substrat adalah suatu senyawa yang berwarna bila direaksikan dengan yodium, maka jumlah yang tersisa pada reaksi enzimatik diatas setiap saat dapat diketahui dengan mengukur intensitas warna yang timbul secara kolorimetrik.
Prinsip kerja Enzim :
                                                                 kompleks
Substrat (S) + Enzim (E) à Enzim-Substrat à E + Produk
                                                                    (E-S)

Pada percobaan ini diamati pengaruh suhu terhadap aktivitas Enzim. Pada reaksi Enzimatik tahap yang sangat penting adalah terbentuknya kompleks E-S. Bila suhu rendah maka pertemuan antara E dan S sangat lambat sehingga reaksi enzimatik hampir tidak berlangsung atau berlangsung sangat lambat. Bila suhu dinaikan sedikit demi sedikit pertemuan (benturan) antara E dan S untuk membentuk kompleks E-S akan makin meningkat, sehingga P yang terbentuk makin banyak. Keadaan ini terjadi sampai suhu tertentu, yaitu suhu optimum.
Suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum menyebabkan enzim terdenaturasi. Akibatnya meskipun benturan E dan S lebih gencar lagi, kompleks E-S tidak terbentuk,karena enzim terdenaturasi. Akibatnya pembentukan P berkurang. Denaturasi enzim dapat terjadi irreversibel terutama bila suhu lingkungan jauh melampaui suhu optimum.


IV.          Materi dan Metode
A.   Alat dan Bahan
Sampel
Alat
Reagen
Pati (Amilum 10%)
Tabung reaksi
Penjepit Tabung reaksi
Kompor
Penangas air
Rak tabung reaksi
Air
NaCl Fisiologis 0,85%
Aquadest
Lar substrat
Penyangga PH 6,8
Lar. HCl 0,05 N
Lar. Iodium

B.   Cara Kerja
1.    Isolasi Enzim
·         Kumurla 3 kali dengan air untuk membersihkan mulut dari kotoran
·         Kumurlah dengan NaCl Fisiologis sebentar untuk merangsang keluarnya saliva (liur)
·         Kunyah kapas sampai saliva cukup banyak, kemudian peras (dapat juga langsung di tampung tanpa kapas)
·         Encerkan menjadi konsentrasi 10 %
2.    Persiapan
Siapkan 15 tabung reaksi yang bersih , tiap tabung di tempatkan pada :
·         Suhu 00 C (dalam bejana berisi es)
·         Suhu 200 C (dalam bejana yang suhunya dipertahankan)
·         Suhu kamar (ruang), dirak tabung
·         Suhu 400 C (dalam penangas air yang suhunya di pertahankan)
·         Ditempatkan dalam penangas air dalam suhu air mendidih (1000 C)
3.    Prosedur
·         Masukan 10 tetes penyangga PH 6,8 kemudian tambahkan 2 ml larutan substrat “S” (amilum 0,5%) dan tetes larutan NaCl fisiologis ke dalam tabung reaksi yang sudah di tempatkan pada masing-masing suhu diatas. Diamkan selama 5 menit sebelum kerja berikutnya.
·         Tambahkan 2 ml larutan enzim pada tabung A,B,C. Tepat pada penambahan enzim “E”  ini catat waktunya. Homogenkan dengan cepat. Diamkan pada suhu masing-masing
·         Setelah 10 menit tambahkan 5 tetes HCl  0,05N serta 1 tetes larutan yodium
·         Baca absorbennya pada Spektofotometer
·         Bandingkan absorbenya dan simpulkan

V.           Hasil dan Pembahasan
A.   Hasil Praktikum
Suhu (0 C)
Tabung A
Tabung B
Tabung C
Rata-rata
0
0,281 A
0,214 A
0,162 A
0,219 A
20
0,112 A
0,229 A
0,181 A
0,174 A
t kamar
0,052 A
0,156 A
0,105 A
0,104 A
40
0,815 A
1,587 A
1, 940 A
1,447 A
>90
0,211 A
0,141 A
0,170 A
0, 174 A








Grafik pengaruh suhu terhadap aktivitas Enzim


B.   Pembahasan
Jika suhu naik, maka benturan antara molekul bertambah, sehingga reaksi kimia akan meningkat, dan sebaliknya. Enzim amilase bekerja pada suhu optimum ± 37˚C. Pemanasan yang dilakukan (meningkatkan suhu), mengakibatkan enzim amilase menjadi inaktif. Bahkan bila diberi perlakuan termal berlebihan dapat menyebabkan denaturasi koenzim (kompenen enzim yang berupa protein). Denaturasi adalah kerusakan sturuktural dari sebuah makromolekul ( enzim amilase) yang disebabkan beberapa faktor sehingga tidak dapat mengubah amilum menjadi maltosa dengan produk antara berupa dekstrin. Akibatnya, amilum yang bereaksi dengan indikator warna, larutan iodium, tetap menghasilkan warna ungu meskipun didiamkan dalam waktu yang lama. Pada suhu 40˚C aktivitas enzim masih menunjukkan kenaikan, jika suhu > 40˚C, akan timbul efek yang berlawanan dan menjelang suhu 100˚C fungsi katalitik enzim akan musnah. Dalam saliva yang tidak dipanaskan misalnya pada suhu 40o C, dihasilkan warna ungu yang makin lama makin jernih. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu optimum, enzim amilase dapat menjalankan fungsinya, mengubah amilum menjadi maltosa. Titik saat campuran tidak memberi warna lagi (jernih) disebut titik akromatik.  Larutan substrat yang merupakan amilum akan berwarna biru jika ditambah dengan yodium. Tetapi warna biru akan hilang bila dipanaskan. Amilum tampak tidak larut dalam air dan bila dipanaskan tampak butir-butir amilum akan mengembang karena masuknya molekul air kedalam butir amilumdan membentuk sistem koloid. Apabila konsentrasi amilum meningkat maka kerja enzim pun meningkat. Pada pencapuran saliva dan amilum ditambahkan 2 tetes larutan yodium , maka larutan tidak menjadi berwarna biru. Hal ini disebabkan karena amilosa yang terdapat dalam amilum memiliki uliran spiral yag kemudian mengadopsi dan menyerap molekul iodin masuk kedalam sehingga menyebabkan menjadi tidak berwarna. Ini disebabkan ikatan kompleks antara amilum dan iodin terputus sehingga menjadi tidak berwarna biru.
Dari garifik diatas dapat di lihat bahwa suhu enzim amilase bekerja optimum pada suhu 40o C. Sedangkan pada suhu 100o C kerja enzim sudah mulai menurun. Pada suhu 0o C kerja enzim belum begitu optimum. Pada suhu 20o C kerja enzim amilase terjadi peningkatan dari suhu sebelumnya , namun pada suhu kamar kerja enzim lebih   rendah dari suhu 0o C dan 20o C.

C.   Analisis Hasil Praktikum
Dalam raktikum diatas dapat dilihat enzim amilase dengan substrat amilim bereaksi membentuk Maltosa pada suhu optimum yaitu 40o C.
Reaksi yang terjadi adalah :
Amilum (S) + Amilase (E) à Amilase (E) – Amilum (S)
è Amilase (E) + Maltosa (P)
Sedangkan pada suhu 100o C enzim mengalamai denaturasi. Denaturasi protein menghasilkan hasil antara berupa dekstrin yang berwarna biru muda.
Amilum (S) + Amilase (E) à  Amilase (E) – Amilum (S)
è Amilase (E) + Dekstrin  + Maltosa (P)


DAFTAR PUSTAKA
M,Soebiyanto.2012.Pedoman dan Lembar Kerja Biokimia. Surakarta : Universitas Setia Budi
www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf.../unud-228-317184243-bab%20ii.pdf
repository.unand.ac.id/9888/
ml.scribd.com › School WorkEssays & Theses
pustakabiolog.files.wordpress.com/2011/10/aktivitas-enzim-amilase.pdf
id.pdfsb.com/jurnal+biokimia+aktivitas+enzim+amilase+saliva

Tidak ada komentar:

Posting Komentar